aku terdiam, membisu diluar
diriku,
sementara angin bergemerisik
melengking,
menghunjam rumput dan pepohonan,
berisik seperti plastik dalam genggaman.
Tapi kemudian, dingin, dingin,
dingin kehausan;
burung hantu yang terpana oleh
gelapnya malam
memekik di ambang mimpi buruk
pawang hujan,
mengambang diatas jalan, menambah kesunyian.
Di bawah kabut-kabut yang
bergelimangan,
sebelum terjatuh dalam pelukan
subuh
mata mata yang terpejam menjadi
kering
kemudian basah dalam kegembiraan
seolah kemarau hanyalah tiada
hujan
Maka dalam diamku yang padat;
suara dalam diriku memantul
menerjang dinding-dinding
tenggorokanku yang hambar.
Katakan! Ayo katakan!
Suara adzan dari sang penyair,
oh, siapa yang akan mendengarkan?
Tapi subuh masih jauh,
malam gerah yang kering lalu
dingin menjadi malam kesyukuran:
Terima Kasih Tuhan: karena dalam
kemarau yang menyebalkan